Stop BULLYING !


Mungkin (dulu… di SD, SMP, TK, playgroup *ini mah kelewatan*) kita pernah melakukan tindak bullying, atau pun menjadi korban bullying, dalam intensitas rendah hingga tinggi. Sebagai pelaku utama (leading actor) atau pun supporting actor (pemeran pembantu).

Bullying mungkin masih merupakan kosa kata yang asing bagi kita atau pun baru terdengar akhir2 ini seiring dengan pemberitaan seputar kasus di IPDN dan kasus penembakan oleh Cho Seung-Hui (yang merupakan korban bullying) di Virignia Tech.
Ini mungkin kasus-kasus yang lumayan menyita perhatian karena pemberitaannya yang intensif dengan jumlah korban yang besar. Namun keduanya terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Waspadai -karena bullying bahkan terjadi di sekolah dasar. Dari beberapa kasus yang ditangani beberapa waktu belakangan ini dengan baragam keluhan di awalnya (keluhan dari orangtua), terkuak -ternyata siswa2 SD pun mengalami episode bullying oleh teman-temannya yang sebagian besar terjadi di lingkungan sekolah.
Mungkin saja ini terjadi pada anak-anak kita saat ini.

Apa sih BULLYING?

Penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya. Kejadiannya selalunya berulang.

Bagaimana bentuk Bullying?

1. Secara fisik: mendorong dengan sengaja, memukul, menampar, memalak atau meminta paksa barang yang bukan miliknya (lazim pada anak laki-laki)
2. Secara verbal: memaki, mengejek, calling names, menggosip (lebih pada anak perempuan)
3. Secara psikologis: mengintimidasi, mengecilkan, mengabaikan dan mendiskriminasikan.
4. bahkan yang lebih canggih dengan mengirim ejekan melalui SMS atau MMS di telepon selular atau pun melalui email.

Cenderung terjadi pada anak yang terkesan lemah, berbeda dari yang lain, tidak berdaya untuk membela diri, tidak punya banyak teman.

Dampak Bullying:

Akibat bullying ini tidak dapat dikatakan main-main. Ianya mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak mulai dari yang ringan, sedang hingga yang serius dan mampu berakibat pada kematian. Yakni:
• Prestasi belajar menurun
• Phobia sekolah
• Gelisah, sulit tidur
• Gangguan makan
• Menyendiri, mengucilkan diri
• Sensitive, lekas marah
• Agresif , bersikap kasar pada orang lain(contoh: kakak atau adik)
• Depresi
• Hasrat bunuh diri
(Data dari Jepang dinyatakan bahwa 10% korban bullying mencoba bunuh diri)

Yang Patut Diingat:
• Korban bisa anak laki-laki maupun perempuan
• Pelaku juga dapat anak laki-laki atau pun perempuan
• Biasanya terjadi di waktu yang tidak ada pengawasan guru; sebelum pelajaran dimulai, jam istirahat, pulang sekolah, di kantin, di WC.
• Menganggap bahwa itu hanya kegiatan ‘iseng belaka’ dan ‘kamu akan baik-baik saja’ bukan lah respon atau sikap yang diharapkan korban dari orang dewasa
• Bullying (ternyata) juga dapat dilakukan oleh orang dewasa, seperti guru di sekolah, guru les, tetangga, oom & tante, bahkan orangtua sendiri!
• Ancaman untuk bunuh diri dari korban. Jangan pernah anggap remeh dengan ancaman yang satu ini.
• Beberapa sekolah di Jakarta masih banyak yang menganggap bullying adalah hal yang ‘jamak’. Pastikan pihak sekolah anak-anak kita ‘aware’ akan hal ini.

Apa yang Orangtua dapat Lakukan:
• Selalu amati dan kenali perilaku anak-anak kita sehari-hari.
• Bila ternyata anak kita merupakan korban, dengarkan apa yang ingin ia sampaikan (meskipun kesannya ‘sepele’), “aku gak mau sekolah… aku gak suka temanku… temanku jahat ”. Pada anak yang lebih kecil: “temanku nakal”. Kurang lebih ‘cry for help’ mereka adalah seperti itu.
• Ajarkan anak untuk berbicara dan terbuka pada orang dewasa di sekolah, misal: guru, wali kelas, guru BP, kepsek.
• Untuk tetap berada di kelompok, terutama di waktu yang tidak terawasi guru
• Tidak terlalu disarankan to fight back pada pelaku. Tetapi cukup mengatakan: “Hentikan, saya tidak suka dengan perlakuan kamu” dan kemudian tinggalkan si pelaku.
• Latih anak bagaimana berperilaku (anticipated coping behavior) jika kejadian berulang.
• Ajari anak untuk bersikap asertif pada banyak hal (they’re gonna need it in the future, anyway)
• Terkadang mengajak anak untuk berempati pada pelaku (karena kemungkinan si pelaku juga merupakan korban bullying juga) bisa cukup membantu.
• Pastikan bahwa “Anak merasa nyaman untuk menjadi dirinya”. Ini yang penting tentunya.
• Jangan tunggu lama untuk menyelesaikan masalah atau mencari pertolongan professional jika gejala terlihat mengarah ke serius. The sooner the better.

So .. Stop BULLYING now !


0 komentar:

Posting Komentar