Flu Babi . ya ampun ..


Setelah lama kita tidak mendengar kasus flu burung, kita dikejutkan dengan munculnya flu babi di Meksiko. Sejak Maret lalu dilaporkan sudah 103 orang meninggal dunia.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan telah memperingatkan potensi pandemi itu. Mobilitas orang dan produk pertanian secara internasional sangat mungkin menyebabkan perpindahan virus yang menjadi penyebab flu itu.

Para peneliti berjuang keras untuk mengetahui karakter virus yang menyerang itu. Secara umum, babi merupakan tempat bertemunya berbagai jenis virus, baik yang menyerang babi itu sendiri, unggas, maupun manusia.

”Meminjam istilah politik, di dalam tubuh babi memungkinkan terjadinya koalisi sempurna di antara virus flu. Di dalam tubuh babi, koalisi di antara berbagai jenis virus terjadi. Hasilnya akan memunculkan virus baru yang mengandung material para pendukungnya dengan sifat yang baru pula,” kata peneliti dari Pusat Penyakit Tropis dan juga dosen Universitas Airlangga, CA Nidom.

Tubuh babi merupakan wahana pencampur (mixing vessel) alias tempat koalisi berbagai jenis virus itu. Di dalam tubuh babi virus flu dengan berbagai tipe dan subtipe itu bisa bercampur dan menghasilkan ”anak” virus dengan karakter yang baru.

Nidom menjelaskan, hingga saat ini memang hanya di tubuh babi proses pencampuran material genetik virus flu burung mudah terjadi. Hewan ini memiliki perangkat biologis yang memungkinkan pencampuran material genetik virus itu. Ia sendiri meneliti kemungkinan proses itu terjadi pada hewan mamalia lain, seperti kucing dan anjing. Namun, sampai sekarang ia belum menemukan proses itu terjadi di kedua hewan itu.

Pencampuran material genetik bermula ketika virus itu masuk ke tubuh babi. Virus flu manusia dan virus flu babi masuk ke sel epitel babi melalui reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke reseptor alfa 2,3 sialic acid. Babi memiliki kedua reseptor itu.

Di dalam sel babi virus ini mereplikasi. Pada saat virus-virus itu mereplikasi, di antara virus-virus itu bisa terjadi pertukaran material genetik atau yang dikenal dengan istilah antigenic drift. Masing-masing virus memiliki material genetik berupa delapan fragmen. Delapan fragmen itu adalah HA, NA, PA, PB1, PB2, M, NP, dan NS. Fragmen-fragmen itu bisa tertukar hingga terbentuk ”anak” virus dengan sifat yang berbeda.

Dalam kasus flu babi Meksiko, penataan ulang itu menghasilkan virus dengan struktur luar sama dengan ”induknya”, yaitu virus flu babi (karena itu virus ini tetap disebut subtipe H1N1), tetapi material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu manusia dan flu unggas.

Di samping terjadi pertukaran material genetik, kemungkinan pula terjadi antigenic drift, yaitu fragmen-fragmen yang ada bermutasi. Bila ini yang terjadi, ”anak” virus memiliki material genetik yang lebih kompleks.

”Bila antigenic shift dan antigenic drift terjadi di dalam kasus flu babi di Meksiko, ini merupakan perubahan yang sempurna,” kata Nidom.

Nidom mengakui, ia termasuk yang yakin bahwa virus flu babi dan flu unggas untuk sampai menginfeksi manusia harus bertahap. Dalam kasus di Meksiko, ia menduga virus itu tertata ulang di tubuh babi, baru kemudian masuk ke tubuh manusia. Adaptasi virus terjadi pada orang yang pertama terinfeksi virus itu hingga kemudian menular ke orang dengan kecepatan tinggi.

Hingga saat ini diketahui bahwa virus flu babi di Meksiko ”berbahan dasar” dari virus yang tersebut tergolong low pathogenic, yaitu virus flu babi subtipe H1N1, virus flu manusia subtipe H1N1 dan H3N2, serta virus flu unggas subtipe H5N2.

Sebenarnya, tingkat keganasan virus flu unggas subtipe H5N1 yang mencapai 80 persen itu lebih besar dibandingkan dengan virus flu babi yang hanya 15 persen. Namun, dengan tingkat penyebaran yang lebih cepat, virus ini cukup menyentak kalangan ahli.

Dengan belum terungkapnya semua fragmen virus ini, di kalangan para ahli kesehatan hewan sendiri tengah terjadi perdebatan, apakah tepat menyebut virus yang mengarah ke pandemi itu disebut virus flu babi?

Nidom menjelaskan, dari kerangka dasar virus memang diketahui merupakan virus flu babi. Akan tetapi, isi atau fragmen virus itu terdiri dari fragmen virus flu manusia dan virus flu unggas.

”Sebab itu, masih diperdebatkan sebutan yang tepat terhadap virus itu apa,” kata Nidom.

Sumber: Kompas


7 Langkah Cegah Penyebaran Flu Babi

Ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu).

Demikian dikatakan dalam surat edaran dari Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari yang dibacakan langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Prof Dr dr Cissy RS Prawira SpA(K) MSc, di Ruang Pers RS Hasan Sadikin Bandung, Selasa.

Tujuh langkah tersebut ialah pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional, kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.

Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalh Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung), keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.

Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada, keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.

Terakhir, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Menurut Cissy, virus H5N1 jauh lebih berbahaya daripada virus H1N1, terutama di Indonesia (jika dilihat dari angka kematianya).

Dikatakannya, kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia, sedangkan H1N1 biasanya hidup di daerah empat musim (kecuali pada saat musim semi dan panas).

Sumber: Kompas


0 komentar:

Posting Komentar