Inspirasi Fashion dari Origami

Siapa tak kenal origami? Seni melipat kertas yang sangat populer di Jepang ini merujuk pada kegiatan membuat kertas menjadi suatu bentuk atau gambaran tertentu.

Wujudnya bisa berupa hewan, tumbuhan, atau lainnya. Namun, kini di Tanah Air origami menjelma menjadi inspirasi dan ide yang dilirik para perancang serta pelaku mode. Dalam acara Jak-Japan Matsuri 2009 yang digelar Japan Foundation dan Kedutaan Besar Jepang sepanjang pekan lalu, origami menjadi topik menarik.

Perancang Adrian Gan, misalnya, saat peragaan tunggalnya yang berjudul Zentroversy di Jakarta beberapa waktu lalu, mengaku terinspirasi oleh origami. Adrian meyakini origami sebagai seni budaya dan keterampilan tangan tertinggi dari Negeri Sakura. Dia menghadirkan aneka gaun yang diberi sentuhan teknik lipat ala origami, patchwork (seni tambal sulam), dan detail lipatan lekukan kimono. "Saya suka mengerjakan sesuatu yang rumit, namun menghasilkan karya indah dan unik."

Pada peragaannya itu, Adrian menampilkan 56 koleksinya. Dia menerjemahkan origami sebagai sebuah kontroversi menarik yang dihadirkan melalui rancangan bersiluet dramatis, detail artistik, serta penggunaan bahan vintage yang diolah kembali dengan menakjubkan. "Memang bukan pekerjaan mudah. Saya lakukan uji coba pekerjaan ini hingga tiga bulan lebih dengan memakai banyak kain."

Senada dengan Adrian, perancang Arantxa Adi menyelipkan inspirasi yang sama pada peragaan tunggalnya baru-baru ini, yang bertajuk Contrast. Garis desain rumit serta banyak detail menjadi benang merah rancangannya.

Pria yang biasa disapa Acong ini menerjemahkan origami sebagai aksen kerut, pola serong, simpul, gaya berlapis-lapis, serta teknik aplikasi rumit nan unik. "Origami itu seperti teknik seni indah, yang meski tidak mudah mengerjakannya, bisa menimbulkan kepuasan tak terlukiskan pada hasilnya," tuturnya.

Pengamat mode dan gaya hidup Muara Bagja mengatakan origami merupakan seni kreativitas tertinggi yang diadaptasi dari Jepang. "Para perancang lokal banyak yang menerapkan dalam inspirasi karyanya. Hal ini berkembang pesat pada periode awal 2000-an," ujar Muara, yang dihubungi pada Selasa lalu.

Ia memaparkan bahwa kegandrungan tersebut bukanlah hal baru. Dia menyebutkan, perancang senior seperti Biyan Wanaatmadja, Sebastian Gunawan, dan Stephanus Hamy sudah menggali inspirasi ini sejak medio 1980-an dan 1990-an. Pilihan para perancang terhadap teknik seni ini karena faktor ingin menyajikan sentuhan berbeda.

Dia menyebutkan bahwa Biyan, yang dikenal dengan kekuatan desain teknik embroidery dan aneka bunga, diperkuat oleh origami. Lalu Sebastian Gunawan menyelipkan keindahan gaun malam dan pengantin dengan teknik origami permainan pita indah dan mewah nan menawan.

"Teknik origami memang rumit, sulit, dan unik. Perancang mancanegara pun tertarik melakukan hal yang sama. Ada nilai lebih dari hasil pengerjaan yang rumit dan sulit ini," tutur Muara sambil menyebutkan, beberapa sekolah mode memakai teknik origami buat proyek uji coba dan tugas akhir.

Muara melihat aplikasi origami di Indonesia sangat luwes ke busana siap pakai dan haute couture. Tak ada kesan diskriminatif. Sebab, di dunia mode, respek dan penghargaan pemakainya merupakan bagian dari kecintaan serta fanatisme. "Origami sangat aplikatif. Saat ini dipakai pada kain domestik, seperti batik dan tenun."

Dalam sejarahnya, origami ada sejak kertas pertama kali digunakan di Cina sekitar 105 Masehi oleh Ts'ai Lun berupa tongkang Cina dan kotak. Lalu pada abad keenam atau 610 Masehi, cara pembuatan kertas ini dibawa ke Spanyol hingga ke Jepang oleh seorang sami Buddha bernama Dokyo, yang juga dokter pribadi Ratu Shotoku.

Origami melesat pada era Heian (741-1191), yang tumbuh subur di kalangan sami Shinto. Mereka mempercayai origami sebagai penutup botol sake saat upacara penyembahan wanita dan kanak-kanak. Kala itu origami masih dikenal sebagai orikata, orisui, atau orimono.

Nah, pada masa itu, memotong kertas menggunakan pisau diperbolehkan. Maka bentuk yang dikenal seperti zaman Kamakura (1185-1333) adalah noshi, yakni kependekan dari noshi-awabi

Lalu pada zaman Muromachi (1338-1573), penggunaan pisau untuk memotong kertas dihentikan dan berkembang menjadi suatu cara memisahkan masyarakat kelas atas dan kelas bawah. Selanjutnya origami telah menjadi begitu identik dengan budaya Jepang yang diwariskan turun-temurun dari masa ke masa. Origami berkembang dengan menggunakan kertas asli Jepang yang disebut washi.
atau daging tiram nipis yang dijemur dan dianggap sebagai hidangan istimewa serta pembawa keberuntungan.

0 komentar:

Posting Komentar